Senin, 22 Februari 2010

KONFLIK ORGANISASI


Telah diuraikan apa, bersangkut paut dengan apa dan bagaimana mengelola konflik itu. Diperlukan sari pati, sehingga orasi ini dapat secara sederhana dipahami untuk diimplementasikan dan diintegrasikan dalam proses manajemen organisasi, khususnya di institusi UNIMA yang menjadi salah satu ujung tombak penggemblengan sumber daya manusia di daerah ini, bahkan di wilayah Indonesia bagain Timur.

Kehadiran konflik sebagai bentuk dinamika dalam suatu organisasi, tidak bisa dihindarkan, tetapi hanya dapat dieliminir. Secara pribadi, konflik dapat terjadi di dalam diri setiap orang. Sementara dalam organisasi, konflik dapat terjadi antar individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok, antar kelompok dalam organisasi yang sama, konflik antar organisasi, konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda, maupun konflik antar kelompok pada organisasi yang berbeda.

Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik dapat saja menjadi satu kekuatan yang positif, tetapi dapat juga menjadi negatif dalam organisasi. Oleh karena itu, manajemen jangan berusaha menghilangkan semua konflik yang terjadi, melainkan hanya konflik yang memiliki efek merusak atau menghambat usaha organisasi mencapai tujuannya.

Martines dan Fule (2000:277) menyatakan, cara terbaik menghadapi suatu konflik ialah mengaturnya agar tidak lepas kendali. Menurut Robbins (1994:455), tugas seorang manajer ialah bagaimana menciptakan suatu kondisi di mana konflik itu sehat tetapi tidak dibiarkan untuk menjadi ekstrim, sehingga konflik itu menjadi fungsional (konstruktif) bukan disfungsional (destruktif).

Konflik dalam organisasi bukanlah suatu hal yang istimewa, tetapi sesuatu yang wajar adanya. Karenanya, mesti dihadapi dengan wajar pula. Jika ditata dan dikendalikan dengan baik, maka konflik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan. Sekali lagi, kalau sebaliknya konflik tidak ditangani dengan baik, ditambah sudah mengalami eskalasi secara terbuka, tentu dapat merugikan kepentingan organisasi.

Contoh sederhana, air dan api sama-sama bermanfaat. Tetapi, apabila terlalu sedikit air, dapat berdampak pada penderitaan dan sakit-penyakit. Begitu juga halnya jika sama sekali tidak ada api, pasti tidak baik. Sebaliknya, jika terlalu banyak air, bisa berujung bencana. Apalagi kalau terlalu banyak api, semua akan dihanguskan.

Terdapat banyak aspek positif dalam konflik yang fungsional atau konstruktif. Pengelolaan konflik yang baik akan menjadi sumber energi dan kreativitas yang positif. Bahkan, konflik yang terkendali itu justru akan membantu semua pihak yang terlibat untuk saling memahami perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab. Selanjutnya menjadi saluran baru untuk komunikasi, menumbuhkan semangat dan kepercayaan staf terhadap pimpinannya yang

tanggap dalam mengatur efek konflik, adanya kesempatan penyaluran berbagai bentuk emosi, serta pemerataan sumber tenaga dalam organisasi.

Jadi manajer harus mampu mengenal situasi-situasi yang memiliki potensi terjadinya konflik, mendiagnosa sistuasi-situasi tersebut dan mengelolahnya sedemikian rupa, sehingga konflik yang muncul tidak menjadi penghalang bagi tercapainya tujuan organisasi.

Masih berkaitan dengan yang dipersoalkan dalam pendahuluan. Kita dapat segera menjawab bahwa jenis konflik yang dialami oleh pegawai UNIMA, tatkala pimpinan universitas membuat kebijakan yang menyatakan bahwa, pegawai yang tidak datang tepat waktu, atau pulang sebelum berakhirnya waktu kerja, tidak berhak atas uang transportasi, diharapkan fungsional. Di mana, ketika pegawai UNIMA sadar akan perannya dan menjunjung tinggi kedisiplinan, alhasil kinerja dan produktifitas kerja maksimal yang bakal terealisasi.

Sebab itu, sekarang tibalah saatnya, bagi saya untuk menyampaikan pernyataan ilmiah bahwa "Konflik yang ada dalam organisasi, adalah berkat. Sejauh konflik itu di dalam pengendalian kita sebagai pemimpin, dan tercapainya tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sejak semula. Kalau tidak dikendalikan, diatur, dihadapi secara bijak bahkan sudah menjadi batu sandungan atau dinding penghalang bagi pencapaian tujuan organisasi, niscaya konflik itu sudah menjadi kutuk, yang memurkai siapa saja dan membawa penderitaan."

Karena itu, saat ini dan ke depan, dibutuhkan manajer yang trampil (skill) dan berpengalaman (mature) untuk mengelola konflik. Manajer yang mampu memelihara dan mengendalikan konflik, menuju pada tingkat konflik yang moderat. Peran manajer yang seperti ini, akan adikuat untuk mencapai suatu konflik optimal yang fungsional, yang ditandai oleh viabilitas (viable -hidup terus menerus), adanya kritik diri (self critical) dan innovative. Situasi ini, tentu berdampak pada kualitas pelayanan publik yang tinggi (HABIS).

http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=article&id=1193:konflik-dalam-organisasi-berkat-atau-kutuk-bagian-vi&catid=42:artikel-minggu-ini&Itemid=90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More